Senin, 26 Maret 2012

SEJARAH TAK SELAMANYA HARUS DIUKIR DENGAN MENULIS


Banyak orang mentakan jika ingin badai dalam sejarah dunia maka menulislah. Atau ilmu seperti sayur bening tanpa garam jika tidak dibagi melalui tulisan. Atau ilmu akan percuma jika tanpa dituliskan, dibagikan. Benarkah? Saya rasa itu hanya semacam pemikiran konvensional.
Banyak orang berilmu, termasuk para profesor yang dapat dengan brilian mengemukakan gagasannya secara lisan di hadapan orang banyak misalnya seminar. Namun, jika harus menuangkan gagasannya dalam tulisan, beliau-beliau seperti bertemu kekakuan. Lalu, haruskah orang-orang brilian itu dipaksa menulis? Mengapa tak dioptimalkan saja potensi penuturan gagasannya lewat lisan itu?
Menurut saya, ini hanya terkait dengan kreativitas seseorang. Ketika seseorag yang berilmu ingin membagikannya sebaai bekal ke akhirat, haruskah hanya dengan tulisan? Ini era sudah teramat canggih dimana seseorang dapat membuat video lalu mengunggahkanya. Video itu dapat diunduh oleh sembarang orang lewat internet. Dengan begitu, seseorang yang berkemampuan lisan dapat dengan bebas membagi ilmu dan gagasannya kepada khalayak.
Lalu bagaimana dengan hak cipta? Semua banyak alternatifnya. Ketika buku dapat dijual dengan nomos seri karya yang resmi artinya sebuah CD atau DVD juga dibuat seperti itu, seperti yang selama ini telah berlaku. Bagi yang ingin sukarela bisa mencontoh e-book yang dapat diunduh gratis di dunia maya, berarti begitu juga dengan video.
Memang, pembagian ilmu dan gagsan akan lebih luas cakupannya jika dibagikan melalui tulisan. Ini karena saudara kita yang bertempat di wilayah aksesibilitas sulit ataupun menengah ke bawah tak memiliki player.  Semua ada kurang dan lebihnya, tergantung sasarannya. Bukankah penuturan ilmu dengan lisan dapat menjangkau saudara yang tunanetra?

MEMBACA ITU KUNCINYA MENULIS, MAKSUDNYA?


Banyak yang mengatakan bahwa jika ingin menjadi penulis maka banyak-banyaklah membaca. Itu dikatakan oleh sesepuh-sesepuh penulis dari organisasi yang saya geluti dan beberapa bacaan. Oke, awalnya saya menuruti petuah itum tetapi akhirnya saya bingung.
Saya bingung denan apa yang dimaksud menulis tidak lepas dari membaca. Jadilah, ketika saya telan mentah-mentah, saya membaca apa saya membaca apa saja termasuk koran, majalah, buku nonfiksi, atau fiksi yang saya suka, padahal, saya sedang menulis novel genre tertentu. Lalu saya bingung bagaimana bacaan-bacaan itu kemudian berpengaruh pada saya. Bukankah setelah berlama-lama membaca koran saya akan terpengaruh gaya bahasa yang sama saat akan menulis novel? Hem… sepertinya ada kesalahan. Lalu saya memutuskan untuk yakin saja dengan petuah-petuah itu. Siapa tahu tanpa sadar saya akan ketularan teknik mengemukakan pikiran dan sistemtika dar apa-apa yang telah saya baca. Tapi, tidakkah itu hanya bermanfaat sekian persen untuk novel saya? Tidakkah lebih baik saya fokus untuk membaca novel ber-genre sama? Aha! Itulah yang kemudian saya temukan.
Suatu kali saya membaca sebuah buku berjudul “Mind Writing” karya Herien Priyono yang diterbitkan Leutika. Pada halaman 131, saya kutipkan isinya:
“Sudah saya tandaskan sebelumnya: menulis harus dipautkan dengan kegiatan membaca.
Stop di sini. Inilah yang seringkali diucapkan sesepuh penulis dan buku bacaan pada umumnya. Tapi ada yang berbeda:
“Dan membaca, tak lain adalah bercermin terhadap karya orang dan karya kita sendiri.
Ya, ketika membaca, maka secara tidak langsung Anda telah menajdikan buku yang Anda baca sebagai mentor sementara Anda.”
Aha! Di situlah saya mendapat ilham. Saya seperti mendapat jawaban. Dari situ saya simpulkan bawha ketika saya hendak menulis jenis tertentu maka saya harus banyak-banyak membaca tulisan sejenis sebagai guru saya. Ini bisa dianalogikan dengan peran seorang guru. Tidak mungkin bukan, jika seseorang yang hendak menjadi ahli Matematika lalu dia belajar kepada ahli Biologi? Maka, saya percaya bahwa gaya bahasa, teknik menuturkan gerak, dialog, dan sebagainya terkait jenis tulisan yang sama akan menulari saya lewat alam bawah sadar saya. Begini proses saya belajar menulis. Bagaimana proses Anda? Adakah tips lainnya yang kiranya dapat Anda bagikan kepada saya?