Senin, 05 September 2016

Gadis Muda dan Majalah Kehamilan


Gadis muda dan majalah kehamilan?  Well, haruskah seorang perempuan menikah dulu atau hamil dulu baru melahap bacaan parenting, kehamilan, seksualitas, dan kesehatan reproduksi? Menurut saya, agak terlambat kalau harus begitu. Mengapa tidak belajar dulu saja sebelum semuanya terjadi? Nanti tinggal dipraktikkan, tidak menunggu satu masa lewat dulu baru kita tahu, misalnya di sebuah tabloid kita menemukan sebaiknya tanggapi ocehan bayi daripada mencuekinya sedangkan anak kita sudah lewat lima tahun. Tidak ada yang terlambat memang tapi akan lebih baik kalau lebih cepat tahu bukan?

Saya wanita muda (masih terlihat begitu kah?), belum menikah. Banyak hal lucu saat membeli tabloid ibu-anak di kios langganan atau kios baru. Pertama beli, waktu itu saya masih lebih muda dari sekarang (kalau yang ini memang terlihat begitu), umur belum 20 tahun. Bapak Tua penjual tabloid menatap saya dengan cara khusus namun sampai sekarang, bertahun-tahun berlangganan dengan beliau, belum pernah ditanya sudah menikah atau belum hehe. Hampir tiap edisi saya beli.

Ada juga cowok bertampang mahasiswa muda memasang muka kaku mungkin karena kaget melihat saya mengambil tabloid ibu-anak di gantungan kios, lalu membayarnya pada  Si Bapak. Dia terus mencuri lirik pada tingkah saya. Dalam hati saya ketawa-ketiwi, biarkan cowok itu menebak apa status perkawinan saya.

Isi tabloidnya tentang kehamilan, bayi di bawah satu tahun, batita, balita, pra-sekolah, sampai anak sekolah. Sebelum baca tabloid beginian saya suka membaca artikel female di suatu portal nasional. Isinya dari kesehatan reproduksi, romantisme dengan pasangan, sampai seksualitas.

Dulu teman-teman kuliah saya suka kaget mendapati kadang layar laptop saya menampilkan artikel semacam itu. Well, bukan kah kita sudah 17+ dan ini bukan bacaan porno? Edukasi begitu.

Lalu teman-teman kos saya juga bertanya kok bacaannya tabloid ibu dan anak? Wkwkwkwkwk. Ada koleksi buku perkembangan anak juga, termasuk bagaimana menemani anak bermain, membuat mainan edukatif, de el el.

Pikiran yang begini-begini ini kadang membuat saya was-was membaca tabloid ibu-anak di rumah, di Kalimantan sana. Secara, saya ini merantau sudah hampir tujuh tahun, yang seharusnya sudah pulang permanen tiga tahun lalu. Dari jaman SMP, perut saya memang lebih  menonjol dari seluruh badan hanya saja waktu itu masih bisa dikamuflase-kan. But, sekarang sudah tidak bisa disembunyikan lagi kegembrotan ini. Apa yang akan orang-orang pikirkan tentang saya? Menikah diam-diam kah? Punya anak yang disembunyikan di kota rantau kah? Begitulah kata imajinasi liar saya. Ya, mudah-mudahan hanya was-was berlebihan saya saja ya.

Jadi begini, saya dapat banyak manfaat dari baca begituan, yang barangkali ada yang bilang belum saatnya. Selain mencegah  ketidak-tahuan setelah menikah nanti, ngobrol dengan teman-teman cewek jadi lebih seru. Umur segini (yang rahasia), omongan sesama cewek biasanya tidak jauh dari soal rumah tangga. Asik aja bisa saling bagi informasi. Kalau sama yang sudah menikah, saya konfirmasi betul nggak kata apa yang pernah saya baca. Kalau kita belum ada referensi kan mana bisa tanya.

Mmmm setiap perempuan akan menjadi ibu. Bacaan begitu bukan hal memalukan atau mencurigakan bagi perempuan yang belum menikah. Uye?

Jumat, 02 September 2016

Apa yang Dibicarakan Panitia Ospek di Belakang Kamu?



Halo, ospek telah tiba, ospek telah tiba, hore? Hore? Hore? Lagi musim ospek nih ya. Buat kamu yang baru memasuki masa kuliah ospek bisa jadi hal berkesan atau hal menakutkan ya. Sebagian program ospek dirancang membentuk mental dan kedisiplinan kamu agar siap menjalani perkuliahan sesuai dengan jurusan masing-masing. Sebagian ospek terkesan keras ya, tapi itu untuk kebaikan kamu juga kok, asal jangan sampai pada tindak kriminal. 

Buat yang tipe ospeknya ada unsur bentak-bentakan nih, mungkin kamu akan anggap senior-seniormu kejam, menakutkan, sok-sok-an, atau malah menurutmu biasa saja karena sudah tahu tujuannya atau biasa menghadapi orang seperti itu. Tenang, di balik itu, mereka juga manusia biasa kok., mahasiswa biasa yang punya sisi gokil kayak kamu. Toh, di akhir ospek nanti ada acara ‘pencairan’ panitia dan maba (mahasiswa baru). 

Bagi senior kamu, menjadi panitia ospek juga merupakan pengalaman hidup yang penuh dengan hal inspiratif, lucu, mengesalkan, bahkan  ‘menyejukkan mata’. Apa yang mereka obrolkan di belakang kamu, para maba?

1.     Evaluasi Ospek
Well, ini menu wajib yang jadi tugas mereka ya untuk mengetahui sejauh mana kegiatan harian sudah berjalan dalam mencapai tujuan. Apa yang mereka cita-citakan biasanya membentuk mental kamu agar lebih dewasa, disiplin, tidak menggampangan sesuatu alias tidak manja, mandiri, penuh inisiatif, pada beberapa jurusan dituntut menjaga kebersamaan, dan masih banyak lagi sesuai dengan bidang studi dan visi besar kampus kamu. 

2.    Kelucuan Maba
Sebagai panitia, mereka akan mengamati kamu yang masih ‘polos’. Ada di antara kamu yang dalam baris-berbaris gerakannya lucu, ekspresi nurut kamu, ekpresi takut kamu, kesalahan konyol gara-gara kamu gagal konsen, bahkan semangat kamu yang berlebihan. Tenang, mereka bukan sepenuhnya menertawakan kamu tapi pasti mereka juga ingat masa-masa mereka masih ‘unyu’ dulu. 

3.   Kelucuan Mereka Sendiri
Setiap panitia ospek tidak ada yang sempurna lah ya. Banyak di antara mereka yang melakukan kesalahan, harus improvisasi di tempat, lupa sesuatu, salah sebut, menahan tawa, dan lain-lain. Namun, program ospek sudah dipersiapkan kok oleh mereka, salah itu wajar kan asal jangan sengaja aja. Mereka juga sering menertawakan diri mereka sendiri atas kekikukan yang mereka sembunyikan atau apa yang mereka lakukan untuk tetap stay cool di depan kamu. Yah, kalau panitianya terlihat konyol gimana mau ngatur maba kan? Dari sini mereka akan sadar bagaimana rasanya jadi senior mereka dulu saat meng-ospek mereka. Kamu nanti juga gitu kok.

4.   Maba yang Cantik-Cantik
Well, cowok adalah makhluk visual. Mau maba mau senior mau peserta mau panitia sama kayak kamu, mereka juga mau nggak mau jadi cuci mata melihat teman kamu yang ‘bening-bening’. Dalam kumpulannya mereka akan membicarakan dalam barisan mana makhluk Tuhan itu berada. Ada juga yang pamer kalau punya nomor hapenya. Itu tidak bisa dihindari, Guys. Hal semacam ini bisa jadi intermezo di tengah kesibukan mereka yang harus aktif dari subuh ke subuh lagi buat mempersiapkan ospek kamu., asal mereka tetap profesional aja sih. 

5.   Maba yang Mengesalkan
Setiap orang akan menanggapi sesuatu dan beraksi akan sesuatu dengan berbeda-beda.. Ada yang bisa bijak ada yang tidak. Ada juga yang memang penyebabnya itu mengesalkan, wajar kalau mereka begitu. Misal, maba yang sotoy, maba yang sudah tahu salah tapi masih ngotot, maba yang bikin konflik dan merusak acara. Banyak lagi deh yang sebenarnya harus dipandang dari berbagai sisi sih. 

Sebenarnya ada baiknya kalau itu berasal dari jiwa kritis kamu, tapi wajar juga kalau reaksi mereka begitu karena tantangan untuk mencapai tujuan mereka jadi bertambah, atau mereka tahu maksud kamu baik cuma kamunya yang berprasangka dan belum memahami tujuan mereka yang sebenarnya. Kalau kata Merry Riana nih, ada kalanya  makna sebuah pelajaran baru bisa kita proleh setelah melakukan proses. 

6.   Maba yang Potensial
Nah sebenarnya tidak hanya kekurangan kamu saja yang mereka bicarakan tetapi juga kelebihan kamu khususnya dari maba-maba yang menonjol. Misalnya, dalam kepemimpinan, siapa kira-kira yang bisa mengepalai seluruh barisan atau menjadi koordinator. Potensi lain misalnya dalam bakat dan minat. Kamu sekalian adalah generasi penerus mereka, aset bagi tiap jurusan untuk unjuk prestasi skala kampus hingga internasional nantinya. Mereka juga melihat bakat-bakat kamu dalam menggantikan posisi mereka misalnya siapa yang cocok jadi Ketua Himpunan, atlit, duta, atau politisi kampus.

Jadi itu ya, hal-hal unik soal ospek yang biasa mereka bicarakan. Masih banyak topik lainnya lagi sih. But, tetap berpikiran positif karena pada dasarnya ospek dirancang untuk kebaikan kamu. Kamu bisa tetap kritis dengan mengedepankan analisis masalah dari berbagai sisi plus musyawarah mufakat. Mereka juga pernah di posisi kamu dan di antara kamu akan ada yang menjadi mereka. Selamat ber-ospek ria!

Kamis, 01 September 2016

Haruskah Baca Buku Berat Terus?


Penulis harus suka baca dan rajin baca. Well, itu hukum alam. Tanpa banyak membaca, tulisan akan kering, membosankan. Biasanya terlihat dari gaya bahasa yang standar, cara deskripsi begitu-begitu saja, atau masalah yang diambil kurang menarik. Kalau dalam non-fiksi, biasanya, argumen normatif kekurangan data. Mengapa ada tulisan yang mengambil masalah sederhana dengan gaya bahasa sederhana justru nyaman dibaca? Elegan. Itu karena mereka juga sudah bayak baca. Jadi ingat prinsip Steve Jobs, kita bisa membuat sesuatu yang sederhana setelah membuang yang tidak sederhana. Biasanya kesederhanaan yang berasal dari kekayaan berpikir akan elegan, contohnya lihat saja karya fesyen dunia.

Jadi begini, saya baru sadar kekurangan sendiri. Bukan mau nyombong nih ya. Enam tahun yang lalu saya diwejangi seseorang yang saya anggap guru hingga sekarang, senior saya di salah organisasi kepenulisan bernafas Islam, bahwa tulisan berkualitas hanya dihasilkan oleh bacaan berkualitas. Beliau pun mencekoki saya dengan karya para sastrawan baik nasional maupun dunia, plus para pemenang Nobel. Karya-karya yang bikin pusing pala Barbie waktu itu. Sebelumnya, bacaan saya seputar yang bagi orang-orang nyastra garis keras itu bukan karya sastra.

Baca buku 'keras' pun jadi kebiasaan kemudian jadi nyaman di kepala saya. Malah kalau baca karya yang lebih ringan sebutlah yang untuk anak sekolah sedang jatuh cinta, saya merasa tulisan itu aneh.

Waktu semakin berjalan, saya jadi semacam Ratu At*t yang harus update tas sampai hijab branded, bedanya, gandrungan saya pada buku langka (pemenang kompetisi dan mendapat penghargaan bergengsi tapi bukan gengsi-gengsian). Tak ada duit, tergiur bajakan, dulu... dulu.... 

Hari ini saya buka salah satu grup sosial media binaan sebuah penerbit di Jogja, tentang suatu majalah remaja yang menerima fiksi pendek aka flash fiction. Saya baca beberapa cerita di dalamnya, waw... sederhana tapi dekat dengan kehidupan sehari-hari, katakanlah anak remaja yang salah masak jahe jadi kencur saking tidak tahunya, ada lagi kotak makan yang ternyata dari laki-laki idamannya padahal remaja ini tidak cantik menurut orang. Setitik masalah sederhana, dengan bahasa sederhana tapi penceritaannya tidak bisa ditebak akhirnya, membuat penasaran. 

Saya jadi mikir, mmmmm nulis itu ternyata tak usah ribet-ribet ya, misal sampai ngubek Google ke halaman pencarian sekian puluh, jadi kutu perpustakaan, atau pakai investigasi segala. Belum lagi memikirkan dialog menawan yang pikiran harus melayang ke awan dulu dalam membuatnya. Setiap orang memang punya spesifikasi, kesukaan, dan misi masing-masing dalam tiap jenis karya. Apapun bobotnya yang penting menuai manfaat kan? 

Di samping baca yang berat-berat bin njlimet kata orang Jawa, baca karya yang sederhana ada hikmahnya. Buat penulis pemula jadi sadar kalau memulai langkah tidak harus dengan tulisan yang meroket dulu. Dari situ bisa jadi kebiasaan lalu naik naik ke puncak gunung, eh semakin meningkatkan level maksudnya. Beberapa teman saya yang sering juara nasional bahkan internasional yang tulisannya sering nongol di media massa, adalah pembaca buku beragam dari berat sampai santai. Bahkan mereka bisa menulis karya 'nyastra' dan karya anak sekolahan. 

Betul juga,  terlalu banyak baca buku berat bisa bikin stres. Selingan buku humor, personal literatur, atau slice of life cucok juga biar otak kita lebih rileks. Toh dari tiap bacaan akan ada informasi yang memperkaya wawasan kita.

Well, jadi begitu, tulisan simpel untuk bisa berpikir simpel.