Gadis muda dan majalah
kehamilan? Well, haruskah seorang perempuan menikah dulu atau hamil dulu baru
melahap bacaan parenting, kehamilan,
seksualitas, dan kesehatan reproduksi? Menurut saya, agak terlambat kalau harus
begitu. Mengapa tidak belajar dulu saja sebelum semuanya terjadi? Nanti tinggal dipraktikkan, tidak menunggu satu masa lewat dulu baru kita
tahu, misalnya di sebuah tabloid kita menemukan sebaiknya tanggapi ocehan bayi
daripada mencuekinya sedangkan anak kita sudah lewat lima tahun. Tidak ada yang
terlambat memang tapi akan lebih baik kalau lebih cepat tahu bukan?
Saya wanita muda (masih terlihat begitu
kah?), belum menikah. Banyak hal lucu saat membeli tabloid ibu-anak di kios
langganan atau kios baru. Pertama beli, waktu itu saya masih lebih muda dari sekarang (kalau
yang ini memang terlihat begitu), umur belum 20 tahun. Bapak Tua penjual
tabloid menatap saya dengan cara khusus namun sampai sekarang, bertahun-tahun
berlangganan dengan beliau, belum pernah ditanya sudah menikah atau belum hehe.
Hampir tiap edisi saya beli.
Ada juga cowok bertampang
mahasiswa muda memasang muka kaku mungkin karena kaget melihat saya mengambil
tabloid ibu-anak di gantungan kios, lalu membayarnya pada Si Bapak. Dia terus mencuri lirik pada
tingkah saya. Dalam hati saya ketawa-ketiwi, biarkan cowok itu menebak apa
status perkawinan saya.
Isi tabloidnya tentang kehamilan,
bayi di bawah satu tahun, batita, balita, pra-sekolah, sampai anak sekolah.
Sebelum baca tabloid beginian saya suka membaca artikel female di suatu portal nasional. Isinya dari kesehatan reproduksi,
romantisme dengan pasangan, sampai seksualitas.
Dulu teman-teman kuliah saya suka
kaget mendapati kadang layar laptop saya menampilkan
artikel semacam itu. Well, bukan kah
kita sudah 17+ dan ini bukan bacaan porno? Edukasi begitu.
Lalu teman-teman kos saya juga bertanya
kok bacaannya tabloid ibu dan anak? Wkwkwkwkwk. Ada koleksi buku perkembangan
anak juga, termasuk bagaimana menemani anak bermain, membuat mainan edukatif,
de el el.
Pikiran yang begini-begini ini
kadang membuat saya was-was membaca tabloid ibu-anak di rumah, di Kalimantan
sana. Secara, saya ini merantau sudah hampir tujuh tahun, yang seharusnya sudah
pulang permanen tiga tahun lalu. Dari jaman SMP, perut saya memang lebih menonjol dari seluruh badan hanya saja waktu
itu masih bisa dikamuflase-kan. But,
sekarang sudah tidak bisa disembunyikan lagi kegembrotan ini. Apa yang akan
orang-orang pikirkan tentang saya? Menikah diam-diam kah? Punya anak yang
disembunyikan di kota rantau kah? Begitulah kata imajinasi liar saya. Ya,
mudah-mudahan hanya was-was berlebihan saya saja ya.
Jadi begini, saya dapat banyak
manfaat dari baca begituan, yang barangkali ada yang bilang belum saatnya. Selain mencegah ketidak-tahuan setelah menikah nanti, ngobrol dengan teman-teman cewek jadi
lebih seru. Umur segini (yang rahasia), omongan sesama cewek biasanya tidak
jauh dari soal rumah tangga. Asik aja bisa saling bagi informasi. Kalau sama
yang sudah menikah, saya konfirmasi betul nggak kata apa yang pernah saya baca.
Kalau kita belum ada referensi kan mana bisa tanya.
Mmmm setiap perempuan akan menjadi ibu.
Bacaan begitu bukan hal memalukan atau mencurigakan bagi perempuan yang belum
menikah. Uye?