Sabtu, 01 Oktober 2016

Ada Aktivitas Intelektual dalam Nongkrong ala Kota Malang

Ih, kerjaannya nongkrong mulu tu anak.
Wuiihh anak cafe, anak nongkrong, Bro.

Seolah nongkrong lekat dengan sesuatu yang tak berguna, hanya kumpul dan ketawa-ketiwi saja. 

Jangan nongkrong mulu, belajar!

Percayalah, nongrong di Malang itu bukan sekedar nongkrong. Ada aktivitas intelektual di sana, dari warung lesehan sampai cafe gedongan. Malah saya mau bilang, Anda rugi kalau melewatkan elegannya nongkrong ala Kota Malang.

Yah, wajar, ini kota pendidikan. Banyak orang cerdas dari berbagai penjuru Indonesia, bahkan dunia berkumpul di sana. Mereka bertemu di warung pinggir jalan, juga cafe kecil-kecilan (dalam skala gedongan). Apa yang dibicarakan? Tidak lain tidak bukan adalah aktivitas intelektual mereka, kreativitas mereka, misi masa muda, ide, gerakan, apresiasi, kritik, sampai debat kusir. Yah, pasti ada lah yang curhat-curhatan dan gosip-gosipan. 

Konon katanya, diskusi warung kopi di Kota Malang sudah berlangsung sejak generasi yang lalu. Namun, wajah pinggiran jalan kini berubah dengan dominasi cafe-cafe, ayam Amerika, burger Amerika, kopi Italia, sampai nasi Jepang dan Korea. But but but semua itu tidak menjadikan Malang jauh dari kegiatan diskusi ala cafe.

Beberapa pengusaha intelektual makin berinovasi. Mereka membuat cafe yang menyediakan fasilitas seperti layar dan proyektor, mikrofon, dan seperangkat alat pengeras suara, plus alat musik. Ruang-ruang ini kerap dipoles dengan karya seni atau deretan buku-buku.
Strategi bisnis mereka tidaklah merugikan. Di banyak sisi, mahasiswa bokek tak perlu pusing memikirkan uang sewa ruang. Cukup himbau kepada peserta untuk membeli menu. Kalo nggak beli mah namanya keterlaluan. 

Tempat nongkrong semacam ini beberapa diinisiasi oleh pemilik yang juga bisa jadi narasumber. Tapi tapi tapi, karena mereka memang ada kualitas misalnya dalam bidang seni, jurnalistik, politik, lingkungan, budaya, de el el. Mereka juga suka hati mendatangkan koleganya untuk jadi pembicara. Ada yang titelnya doktor bahkan profesor. Bahkan mereka akan menggaet kolega dari luar negeri yang sedang berkunjung, merapel undangan seminar yang membayar mereka. Sebuah keberuntungan untuk mahasiswa di Malang, anak sekolahan juga sih.

Cafe-cafe di Malang juga jadi ruang seni yang bagi perantau yang di daerahnya kurang akrab dengan aktivitas itu, bisa jadi sumber pengetahuan berharga. Biar tahu bagaimana negeri orang. Bagaimana mereka menjaga budayanya. Bagaimana mereka membela dirinya dari kekuasaan pemerintah. Bagaimana mereka menjadikan semua itu terjadi. Misalnya, pertunjukan teater, ketoprak, musikalisasi puisi, monolog, musik digital, tari, de el el de el el. 

Pada nongkrong semacam itulah Anda bisa bertanya pada narasumber sekaligus berkenalan. Percayalah, jaringan dapat mempermudah hidup Anda, setidaknya agar bisa menggali pengalaman dan berkonsultasi.

Akan semakin bermanfaat jika Anda menyapa orang di kiri kanan, bersalaman, berkenalan, bertukar kontak. Lalu, menggali lebih dalam tentang orang itu, apa minatnya, apa yang sedang ia kerjakan, bidang apa yang sedang ia geluti, bagaimana misinya, bagaimana ia mencapai itu. Dari situ saja si penanya sudah belajar banyak hal, memperluas wawasan. Anda akan excited  saat tahu ia punya minat sama dan punya referensi tentang apa yang sedang Anda lakukan. Jika suatu hari Anda perlu berkolaborasi maka si dia lah yang bisa dituju. 

Hal yang penting juga adalah belajar menghargai dan mengagumi kemampuan orang lain. Membuka mata, menggerus pemikiran bahwa Anda adalah pusat dunia (penyakit banyak perantau dari nun jauh di sana). Mudah-mudahan bisa membuat Anda lebih bijak, rendah hati,dan menghargai kemampuan sendiri sebagai nilai unik.

Kembali ke nongkrong ala Malang. Cafe di sana akrab dengan kegiatan rapat organisasi dan komunitas. Malah inilah yang dijadikan target pasar beberapa tempat minum makan. Ada yang menyediakan ruang khusus tapi sewa. Ada juga yang meja kursi bisa digeser sesuai kebutuhan anggota. Ada cafe yang memberi diskon untuk kegiatan ini ada juga yang tidak. 

Aktivitas diskusi dan rapat bahkan berlangsung di rumah makan prasmanan. Sebutlah yang di dekat kos saya yang mana itu saya rahasiakan. 

Mmmmm jadi begitu lah gambaran nongkrong ala Kota Malang. Tak perlu lah merasa bersalah pulang malam karena kegiatan begini. Yah, tapi tugas dan skripsinya juga sambil dikerjakan *ups.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar