Selasa, 29 September 2015

Refleksi Diri dari Main Billiard

http://lajewishguide.com/


Kata siapa main billiard itu jelek, apalagi untuk perempuan? Itu menurut sebagian orang, entah besar atau kecil. Sejatinya, kaum hawa bisa bermain aman di tempat yang bukan sembarang. Malah, olahraga ini menunjukkan seseorang tentang siapa dirinya. Billiard dapat memberitahu bagaimana sifat Anda dalam mengambil keputusan.

Hal tersebut saya alami saat melakoninya. Saya sendiri bukan pemain ahli, cukup bisa menyodok dan mengenal strategi dasar. Billiard hanya jadi obat galau dan happy bersama teman-teman.

Permainan itu membuat saya sadar akan sifat yang cenderung sembrono dalam mengambil keputusan. Kurang strategis, salah perhitungan, alias tidak sabaran. Refleksi ini muncul ketika saya membandingkan dengan permainan kawan-kawan. 
Ada seorang yang begitu ajeg menyusun strategi sebelum menembak sasaran. Tatapannya melekat pada bola. Gerakan tangannya maju mundur beberapa kali. Wajahnya tenang lalu tek bola masuk ke lubang.

Orang ini memang tidak pernah melakukan parkir apalagi jump shoot, tapi suka bermain sudut. Dalam menentukan derajat tembak dia jarang mengukur dengan stick. Namun, ketenangan dalam menyusun  kekuatan tembak itu yang membuat ia selalu dapat poin. Pukulannya jarang lolos.

Beda lagi dengan kawan satunya. Orang ini memang sudah sering main billiard. Kalau menembak tepian meja untuk mencapai sebuah bola, dia akan mengukur dengan stick. Orang ini termasuk berhasil karena sudah banyak latihan.
Kawan yang satu lagi, memang tidak menguasai strategi macam-macam. Cuma, tembakan dia tetap saja lebih banyak masuk daripada saya. Orang ini memukul bola seperti tanpa beban.

Lain halnya dengan saya hehehehe. Kawan pertama tadi pernah nyeletuk Ya’am kam to menyodok bahapal.” Artinya, “Kamu itu memang ya, kalau nyodok sembarangan.” Tidak pakai perhitungan. Tidak sabaran. Kalau kalian melihat saya bermain mungkin juga akan bilang begitu.

Sebelum menembak saya juga sudah mengeker. Saya juga sudah pakai dua mata. Saya pernah salah membuat ancang-ancang dengan satu mata. Tapi tetap saja, bola saya banyak yang gagal, bahkan untuk garis lurus. Terlalu kencang, terlalu lemah. Jarang pas, padahal juga sudah beberapa kali main.

Saat dia nyeletuk  begitu, saya baru sadar, oh, begini ya pola pikir saya? Tergesa-gesa. Kurang perhitungan. Terlalu yakin atau tidak peduli bakal berhasil tidaknya. Memang, saat menyentak bola saya ada pikiran begitu. Pasti masuk, atau ah bodo amat, ane mau cepat nyodok bola.

Saya rasakan tangan ini tidak sabar menembak. Menyerah dengan berbagai opsi strategi dalam pikiran dan perasaan tidak yakin. Masuk atau tidak toh tak ada hadiah atau hukumannya. Begitu bergerak muncul ragu tapi stick terlanjur menabrak bola. Akhirnya gerakan jadi patah. Kalau beruntung ya masuk, banyak zonk, main sudut tak pernah berhasil.

Pernah juga terlalu yakin karena garisnya sudah lurus. Tahu-tahu sasaran hanya menabrak siku meja, kembali ke tengah. Tembakan terlalu kencang, Sayang. Mungkin itu bisa diterjemahkan dengan: menggampangkan sesuatu yang terlihat gampang.

Hummm. Jadi begitu apa yang saya pelajari dari main billiard. Dari situ, saya mulai memperbaiki cara dalam mengambil keputusan. Berusaha menenangkan diri dan mempertimbangkan masak-masak. Meski tak ada konsekuensi dalam sebuah permainan itu melatih pribadi kita dalam konteks lain nanti. Sudah ya, semoga tulisan ini bisa jadi pelajaran bersama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar